Seorang teman meyakini bahwa prinsip ekonomi adalah mengambil untung sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Ini prinsip ekonomi kapitalis yang dicanangkan Adam Smith. Teman saya sangat yakin jika ini diterapkan, maka bisa hidup dengan makmur dan kaya raya.
Saya sendiri tidak terima. Apa masalahnya? Berarti dia akan mengorbankan zakat dan sedekah serta menyantuni orang-orang fakir misikn. Dengan kata lain, orang yang bilang mengambil untung banyak dan pengorbanan sedikit adalah orang serakah dan tidak berperikemanusiaan.
“Sekarang coba loe pikir, kalo gue dapet 10 juta/bulan, 2 juta buat zakat dan sedekah/bulan, dan kalo gue rutin ngasih terus, maka akan lebih lambat perkembangannya kekayaan gue dibanding yang ga ngasih kan?”
Saya terdiam. Berpikir. Secara logika matematika, ya!
“Nah, kalo loe mau kaya, ya duit loe harus ditabung. Dikumpulin. Zakat sedekah mah secukupnya aja. Sisanya kita kumpulin dan kita tumpuk, terus dijadiin modal selanjutnya, bersiklus seperti itu terus. Modal-untung-modal-untung dan akhirnya kita kaya! Bukannya muslim harus kaya, bro?”
Tercenung. Muslim memang harus kaya. Saya mulai mencoba menjawab.
“Oke, kamu bilang seperti itu. Masuk akal dan logis. Tapi hanya memakai satu sudut pandang saja, yaitu sudut pandang matematika bumi. Tapi ga memperhatikan sudut matematika langit.”
Bingung dia.
“Dalam matematika bumi, 10 juta dikurang 2 juta jadi 8 juta. Dalam matematika langit, kamu nyumbang 2 juta di jalan Islam, akan mendapatkan kelipatan 700 kali lipat, berarti sekitar 140 juta. Ibarat menanam sebuah biji yang tumbuh jadi tujuh bulir dan satu bulir 100 biji. Ada tuh di QS. Al-Baqarah : 261.”
Selanjutnya dia sadar bahwa ternyata paham kapitalisme dan materialisme itu sangat berbahaya.
***
Sebenarnya saya sendiri tidak terlalu yakin dengan untung banyak pengorbanan sedikit. Kalau mau makin kaya, semakin banyak pengorbanan yang harus dikeluarkan. Makin banyak harta yang harus dizakatkan dan disedekahkan. Ingatlah bahwa harta yang kita terima itu bukan milik kita loh! Itu hanya titipan, dan bisa diambil oleh pemiliknya kapan pun Dia mau.
Oleh sebab itu, sebelum nikmat materi dan harta yang kita miliki diambil, manfaatkanlah untuk mendekatkan diri kepadaNya. Boleh saja menggunakan prinsip matematika bumi karena kita hidup di bumi (contoh 10 – 1 = 9). Tapi jangan kira kita hidup di bumi selamanya, lah nanti kalau kita sudah “dipanggil”, yang berlaku ya matematika langit (baca : matematika Allah), contoh 10 – 1 = 700.
Bacalah sejarah dari saudagar Arab yang sangat dermawan seperti Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, dan Abu Bakar Ash-Shidiq. Mereka adalah teladan yang sangat luar biasa dalam beramal shalih, terutama dalam menafkahkan harta di jalan Allah. Maka bagi mereka yang yakin, semakin banyak kita memberi, semakin banyak pula kita menerima. Bukankah begitu? ^^
Boleh sih kita mengutamakan hitung-hitungan logis dan matematis bumi, tapi ingat yang namanya rekening tabungan itu akan selalu ada dua. Pertama di dunia, dan kedua di akhirat. Bukankah lebih asyik jika kedua rekeningnya gendut? Ya kan? ^^
Catatan: Tulisan ini saya buat 4 tahun yang lalu sewaktu saya mulai mengamalkan matematika langit. Alhamdulillah sekarang sudah punya 3 unit usaha, 7 orang kader-kader, jaringan yang luas, dan banyak hal luar biasa lain yang didapatkan hanya dengan sedikit bersedekah. Apalagi banyak ya? ^^, bagaimana dengan kamu?
