Guest Post: Puisi ini ditulis oleh Fitriyatun Ni’mah. Mahasiswi Psikologi Universitas Indonesia angkatan 2011. Fitri merupakan Wakil Direktur bidang Pengembangan Training dan Konsiltasi di CerdasMulia Learning Innovation Center.
Ibu Jari Ibuku
Warnanya sawo matang, sematang usianya
Yang kanan sedikit lebih besar ukurannya
Sisi kiri ibu jari kanan bertengger luka bakar
Bundar, memar, tapi seperti beliau, tegar
Di atas keduanya, ada lima garis kerut betah meratap
Menghabiskan derita, tangis dan perjuangan dengan lahap
Bacalah, layar kukunya sungguh sebenarnya bicara
Kau dengar? Mereka berbisik memanggil entah siapa
Aku? Semoga.
Samar-samar kudengar dia ingin tidak terpagar
Tak apa walau tertusuk bahkan terbakar
Bisikan itu menyuarakan ingin mengejar
Ibu jari-ibu jari lain yang dilahirkan
Yang dulunya setiap pagi menyalam
Yang mengelusnya dengan salam
Hilang? Bukan
Aku hanya sebentar merantau
Mencicipi asap agar ibu jariku sedikit berdebu
Tak malu saat beradu dengan milikmu, Bu
Yang sudah sekian lusuh demi bahagiaku
Ibu jariku, ingin seperti ibu jari ibuku
Tertusuk, tersayat, terbakar, lusuh
Terlusuhi cerita bahagia keluarga, anak, suami
Yang sebenarnya semuanya berakar dari ibu jari
Kurang lebih begitu, Ibu jari ibuku
Bagaimana dengan ibumu? Ibu jarinya? Bolehkah aku tahu?
